feedburner
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS
Delivered by FeedBurner

feedburner count

Persalinan dengan Kala III Memanjang

Persalinan dengan Kala III Memanjang:


Kala III dimulai segera setelah lahir sampai lahirnyanya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Waktu yang paling kritis untuk mencegah perdaraan post partum adalah ketika plasenta lahir. Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas atau tidak keluar, maka perdarahan terjadi di belakang plasenta sehingga uterus tidak dapat sepenuhnya berkontraksi karena plasenta masih di dalam. Kontraksi pada otot uterus merupakan mekaniske fisiologi yang menghentikan perdarahan. Manajemen aktif pada kala III persalinan mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan post partum.

1. Tanda-Tanda Lepasnya Plasenta
Tanda-tanda lepasnya plasenta menurut Buku Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini (2008 : 124) yaitu :
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
b. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur melalui vulva
c. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam ruang didalam dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

2. Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanan fisiologi. Sebagian besar besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yagn sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.

Keuntungan-Keuntungan Manajemen Aktif Kala III
a. Persalinan kala tiga yang lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi kejadian retensio plasenta

Manajemen Aktif Kala III terdiri dari tiga langkah utama, yaitu :
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
c. Masase fundus uteri

3. Pemberian Suntikan Oksitosin
a. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI
b. Letakkan kain bersih di atas perut ibu
c. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain
d. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik
e. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntik oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis)


4. Penegangan Tali Pusat Terkendali
a. Berdiri disamping ibu
b. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva
c. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah luma dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadi inversio uteri
d. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegan tali pusat terkendali.
e. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat) atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
f. Tetapi jika langkah 5 di atas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
1) Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
2) Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dingin uterus.
g. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
h. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
i. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban
j. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem DTT atau streil atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.

Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih, jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Netalon disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso kranial seperti yang diuraikan di atas.
Setelah lahirnya plasenta harus diperiksa kelengkapannya dan masase uterus dilakukan untuk merangsang kontraksi uterus serta periksa perineum dari perdarahan aktif. Pada prinsipnya pencegahan perdarahan postpartum yaitu dengan meningkatkan kontraksi uterus dan mempercepat kala III persalinan ini.

Persalinan dengan kala II Memanjang

Persalinan dengan kala II Memanjang:


A. Pengertian
Persalinan kala II memanjang (prolonged expulsive phase) atau disebut juga partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat namun tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putaran paksi selama 2 jam terakhir. Biasanya persalinan pada primitua dapat terjadi lebih lama. Menurut Harjono, persalinan kala II memanjang merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejala – gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan (IUFD).

B. Etiologi
Sebab – sebab terjadinya yaitu multikomplek atau bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya.

Faktor – faktor penyebabnya adalah :
1. Kelainan letak janin
2. Kelainan – kelainan panggul
3. Kelainan his dan mengejan
4. Pimpinan partus yang salah
5. Janin besar atau ada kelainan kongenital
6. Primitua
7. Perut gantung atau grandemulti
8. Ketuban pecah dini

C. Gejala Klinik
a. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat. Di daerah lokal sering dijumpai : Ring v/d Bandl, edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium.
b. Pada janin
- Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif.
- Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan dan berbau
- Caput Succedeneum yang besar
- Moulage kepala yang hebat
- IUFD (Intra Uterin Fetal Death)

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu dengan kala II memanjang yaitu dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, sectio caesaria, dan lain-lain. Penatalaksanaannya yaitu sebagai berikut :
a. Tetap melakukan Asuhan Sayang Ibu, yaitu :
- Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan.
Alasan : Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).
- Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara dan memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
- Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi kepada mereka.
- Tentramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala II persalinan. Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
- Bantu ibu memilih posisi yang nyaman saat meneran
- Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan nafas. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
Alasan : Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernafas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan resiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Enkin, et al, 2000).
- Anjurkan ibu untuk minum selama kala II persalinan
Alasan : Ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut (Enkin, et al, 2000).
- Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala II persalinan. Berikan rasa aman dan semangat serta tentramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung. Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayinya. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap kali penolong akan melakukannya, jawab aetiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya TD, DJJ, periksa dalam).

b. Mendiagnosa kala II persalinan dan memulai meneran :
- Cuci tangan (Gunakan sabun dan air bersih yang mengalir)
- Pakai sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam
- Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa dalam
- Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan pembukaan sudah lengkap (10cm) lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI
- Jika pembukaan belum lengkap, tentramkan ibu dan bantu ibu mencari posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan disekitar ruang bersalin. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayinya dan catatkan semua temuan dalam partograf
- Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap, beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan ajarkan cara bernafas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman dan beritahukan untuk menehan diri untuk meneran hingga penolong memberitahukan saat yang tepat untuk itu.
- Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan alamiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan dalam partograf. Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu dapat beristirahat disetiap kontraksi.
- Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untuk meneran. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi dan catatkan semua temuan dalam partograf.
- Berikan cukup cairan dan anjurkan / perbolehkan ibu untuk berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit, stimulasi puting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi.
- Jika ibu tidak ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran disetiap puncak kontraksi. Anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur, tawarkan untuk minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk memperkuat kontraksi.
- Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut diatas atau jika kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera karena tidak turunnya kepala bayi mungkin disebabkan oleh disproporsi kepala-panggul (CPD).
- Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan (mengedan dan menahan nafas terlalu lama, tidak dianjurkan)
a. Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan infus oksitosin
b. Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala :
1) Jika kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang kepala di stasion (O), lakukan ekstraksi vakum atau cunam
2) Jika kepala diantara 1/5-3/5 di atas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala di antara stasion (O)-(-2), lakukan ekstraksi vakum
3) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang kepala di atas stasion (-2) lakukan seksio caesarea.

Kehamilan dengan Molahidatidosa

Kehamilan dengan Molahidatidosa:


A.Pengertian
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Uterus dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000 dan Unpad, Obstetri Patologi, 1984)

B.Etiologi
Belum diketahui pasti ada yang menyatakan akibat infeksi, defisiensi makanan dan genetik. Faktor risiko terdapat pada golongan sosioekonomi rendah, usia di bawah 20 tahun dan paritas tinggi (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000).

C.Patogenesis
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih biasanya tidak ada janin, hanya pada molapartialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploid dan hampir pada semua kasus mola susunan sek chromatin adalah wanita. Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein. Kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang pada keduanya (UNPAD, Obstetri Patologi, 1984).

D. Manifestasi klinis
  1. Aminore dan tanda – tanda kehamilan
  2. Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, karena perdarahan ini pasien biasanya anemis.
  3. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
  4. Tidak teraba adanya janin, tidak adanya balloment, tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada rotgen foto. Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat di ketemukan janin
  5. Hiperemisis lebih sering terjadi, lebih keras dan dan lebih lama.
  6. Pre eklampsi atau eklamsi yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
  7. Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus imminens, tetapi gejala mual dan muntah berat. (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000)


E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sonde uterus (hanifa)
2. Tes acorta sison dengan tang abortus, gelembung mols dapat dikeluarkan
3. Peningkatan kadar beta HCG darah atau urin
4. Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern)
5. Foto torake ada gembaran emboli udara
6. Pemeriksana T3 dan T4 bila ada gejala hiotoksikosis
(Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000)

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Perdarahan pervaginam / gambaran NOK, gejala toksemia pada trimester I dan II, hipermisis gravidarum, gejala tirotoksikosis dan gejala emboli paru
2. Pemeriksaan fisik
Uterus lebih besar dari usia kehamilan, kista lotein balotemen negatif denyut jantung janin negatif
3. Pemeriksaan penunjang (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000)

G. Diagnosis Banding
Hampir 20% molahidatidosa komplet berlanjut menjadi choriocarcinoma. Sedangkan molahidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai tirotoksikosi atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000).

H. Penatalaksanaan
  1. Perbaiki keadaan umum
  2. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretas dilanjutkan dengan kuret tajam. Lakukan kuretas bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu sesudah hari ketujuh.
  3. Untuk memperbaiki kontraksi, sebumnya berikan uterotonik (20-40 unit oksitosin dalam 250 cc/50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%) bila tidak dilakukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan histerotomi.
  4. His teroktomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga
  5. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi
  6. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan kadar Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai kadar Beta HCG negatif (Taber Benzlon, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi, 1994)


Tehnik Insersi dan Pengeluaran Implant

Tehnik Insersi dan Pengeluaran Implant:


Tehnik Insersi Implant
Pemasangan dilakukan pada bagian dalam lengan atas atau lengan bawah kira-kira 6-8 cm diatas /bawah siku, melalui insisi tanggal dalam bentuk kpas dan di masukan tepat di bawah kulit, perhatikan aseptis dan anti septis untuk memasang Implant (norplant)
  • Cuci daerah insersi dengan alcohol dan anti septic dan tutup sekotar daerah insersi dengan kain steril
  • Lakukan anesrtesi local (lidocain 1%) pada daerah insersi
  • Dengan pisan scalpel di buat insisi 3 mm sejajar dengan tekanan ke atas dan tanpa merubah sudut pemasukan
  • Masukkan ujung torcar melalui insisi sambil melakukan tekanan keatas dan tanpa merubah sudut pemasukan.
  • Masukan Implant kedalam trocarnya dengan batang pendorong Implant di dorong perlahan-lahan keujung trocar sampai treasa adanya tahunan, kemudian trocar perlahan-lahan di tarik kembali sampai garis batas dekat uung trocar terlihat pada insisi dan terasa implant keluar dari trocarnya. Raba lengan dengan jari untuk memastikan implant sudah berada pada tempatnya dengan baik.
  • Ubah arah trocar sehingga implant berikutnya berada 15o dari implant sebelumnya
  • Setelah semua implant terpasang lakukan penekanan pada tempat luka insisi dengan kasa steril untuk mengurangi perdarahan.
  • Luka insisi ditutup dengan kopres kering lalu lengan di balut dengan kasa untuk mencegah perdarahan.


Teknik pengeluaran Implan
Up implant umumnya lebih sulit dari insersi personal dapat timbul bila implant di pasang terlalu dalam atau bila timbul jaringan fibrous sekeliling implant.

Untuk Mengeluarkan Implant :
1. Cuci tangan akseptor dengan aseptis dan anti septis
2. Ttuka lokasi dari implant dengan jari-jari tangan
3. Suntikan anestasi local di bawah implant
4. Buat satu insisi 4 mm sedekat mungkin pada ujung-ujung implant pada daerah alat kipas
5. keluarkan implant pertama yang terletak paling dekat ke insisi atau yang treletak paling dekat ke permukaan
6. lakukan up implant dengan cara pop out/standard
7. berikan anestesi lagi bila di perluka untuk mengluarkan implant yang lain
8. tutup dan bungkus luka insisi seperti pada aat insersi.
9. up im;ant di batasi sampai wkatu 45 menit
10. setelah selesai up implant, rendam semua alat-alat yang sudah terpakai dalam cairan klorin 0,5% untuk dekontaminasi alat-alat tersebut.

4 (Empat) cara pengeluaran UP Implant (Norplant)
1. Cara Pop Out
Dorong ujung kapsul (arah bahu) kearah distal dengna ibu jaring sehingga mendekati lubang insisi, sementara jari telunjuk menahan bagian tengah kapsul sehingga ujung distal kapsul mendalam kulit.

2. Cara Standard
Jepit ujung distal kapsul dengan klem mosguito sampai kira-kira 0,5-1 cm dan ujung klemnya masuk di bawah kulit melalui lubang insisi, putar klem pada posisi 180 derajat di sekitar sumbu utamanya mengarah ke bahu akspetor
Berihksan jaringan-jaringan yang menempel di sekeliling klem dan kapsul dengan scalpel atau kasa steril sampai kapsul terlihat dengan klem circle, lepaskan klem mosquito dan keluarkan kapsul dengan klem circle.

3. Cara "U"
Dibuat insisi memanjang selebar 4 mm kira-kira 5 mm proksimal porksimal dari ujung kapsul ketiga dan ke empat. Kapsulnya yang akan di cabut di fiksasi dengna melatakkan jari telunjuk tangan kiri sejajar di samping kapsul-kapsul dipegang dengan klem lebih kurang 5 mm dari ujung distalnya kemudian di putar kearah pangkal atas bahu akspetor sehingga jaringan yang menyelubungi dengna memakia scalple untuk sterusnya di cabut keluar.

4. Cara tusuk "MA"
Memakai alat Bantu kawat atau jari roda sepada, satu ujung di lengkungkan sepanjang 0,5-1,5 mm sudut 90o dan di perkecil serta di runcingkan, sedang ujung yang lain di lengkungkan dalam satu bidang dengan lengkungan runcing tadi di pakai untuk pegangan operator, setelah kapsul di jept dngan pinset/klem arteri, jaringan ikat di bersihkan dengna pisau sampai kpasul tampak putih kemudian alat tusuk "MA" di tusukkan pada kapsul serta terus di kait keluar atua setelah kapsul di jepit dengan pinset/klem arteri, alat tusuk "MA" di tusukkan kedalam kapsul sambil di ungkit kearah luka insisi lalu pinset/kelm arteri, di lepaskan dan dengan pisau kapsul di bebaskan dari jaringan ikat, lalu di ungkit keluar dari luka insisi.

Heating Perineum

Heating Perineum:


Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat bersal dari perineum vagina, servik dan robekan uterus. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau spekulum.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan. Jika perlukaan hanya mengenai bagian luar (superfisial) saja atau jika perlukaan tersebut idak mengeluarkan darah, biasanya tidak perlu dijahit. Hanya perlukaan yang lebih dalam dimana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan baik atau perlukaan yang aktif mengeluarkan darah memerlukan suatu penjahitan.
Tujuan dari pejahitan perlukaan perineum / episiotomi adalah :
1. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringan.
2. Untuk menghentikan perdarahan
Robekan perineum dibagi 4 tingkat :
- Tingkat I : robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa kulit perineum
- Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot pernei aransersalis, tetapi tidak mengenai otot sfingerani
- Tingkat III : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingerani
- Tingkat IV : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingterani dan mukosa rektum

Langkah-langkah pejahitan robekan perineum (Rasionalisasi)

a. Persiapan Alat
1. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan
- Wadah berisi :
Sarung tnagna, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril, pincet
- Kapas DTT
- Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam wadah DTT
- Patahkan ampul lidokain
2. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur
3. Pasang kain bersih di bawah bokong ibu
4. Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva / perineum ibu
5. Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun dan air mengeliar
6. Pakaian satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
7. Ambil spuit dengan tangan yang berasarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain dan letakkan kembali ke dalam wadah DTT
8. Lengkapi pemakaian sarunga tangan pada tangan kiri
9. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum
10. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya merupakan derajat satu atau dua.

b. Anestesi Lokal
1. Beritahu ibu tentang apa yang akan dilakukan
2. Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut bahwa vulva.
3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap
4. Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
5. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang luka pada mukosa vagina
6. Lakukan langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan
7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan

c. Penjahitan Laserasi pada Perineum
1. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa vagina. Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih pendek. Sisakan benang kira-kira 1 cm.
2. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin himen
3. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke belakang cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi kemudian ditarik keluar pada luka perineum
4. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot. Lihat kedalam luka untuk mengetahui letak ototnya.
5. Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah menjahit kearah vagina dengan menggunakan jahitan subkutikuler
6. Pidahkan jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di belakang cincin hymen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya
7. Masukkan jari ke dalam rektum
8. Periksa ulang kembali pasa luka
9. Cuci daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang diinginkan
10. Nasehat iibu untuk :
a. Menjaga perineum selalu bersih dan kering
b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
c. Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa luka

MACAM – MACAM JAHITAN
a. Jahitan Kulit
1. Jahitan interrupted :
a) Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu)
Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.
2. Jahitan Matras
a) Jahitan matras vertikal
Jahitan jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya dengan menggunakan jahitan satu demi satu. Misalnya di daerah yang tipis lemak subkutisnya dan tepi satu demi satu. Misalnya di daerah yang tipis lunak subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk ke dalam.
b) Jahitan matras horizontal
Jahitan ini digunakan untuk menautkan fasia dan aponeurosis. Jahitan ini tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutis karena membuat kulit diatasnya terlihat bergelombang
3. Jahitan Continous
a) Jahitan jelujur : lebih cepat dibuat, lebih kuat dan pembagian tekanannya lebih rata bila dibandingkan dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika benang putus / simpul terurai seluruh tepi luka akan terbuka.
b) Jahitan interlocking, feston
c) Jahitan kantung tembakau (tabl sac)

4. Jahitan Subkutis
a. Jahitan continous : jahitan terusan subkutikuler atau intrademal. Digunakan jika ingin dihasilkan hasil yang baik setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan tengan pad aluka yang lebar sebelum dilakukan penjahitan satu demi satu.
b. Jahitan interrupted dermal stitch
5. Jahitan Dalam
Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren. Dren dapat dibuat dari guntingan sarunga tangan fungsi dren adalah mengelirkan cairan keluar berupa darah atau serum.

Penanganan Komplikasi
1. Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi dan perdarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan.
2. Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka
- Lalu berikan terapi ampisilin 500 mg per oral 4 x sehari selama 5 hari
- Dan metronidazol 400 mg per oral 3 x sehari selama 5 hari
Perawatan Pasca Tindakan
1. Apabila terjadi robekan tingkat IV (Robekan sampai mukosa rektum), berikan anti biotik profilaksis dosis tunggal
- Ampisilin 500 mg per oral
- Dan metronidazol 500 mg per oral
2. Observasi tanda-tanda infeksi
3. Jangan lakukan pemeriksaan rektal atau enam selama 2 minggu
4. Berikan pelembut feses selama seminggu per oral

Bayi dengan Fraktur Klavicula

Bayi dengan Fraktur Klavicula:


A.Pengertian
Fraktur atau patah tulang ialah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.(Mansjoer; Suprohaita; Wardhani; Setiowulan, 2000: 346) Fraktur klafikula adalah patahnya tulang klavikula pada saat proses persalinan biasanya kesulitan melahirkan bahu pada letak kepala dan melahirkan lengan pada prosentase bokong karena adanya penekanan pada lengkung bahu selama persalinan berlangsung terdapat 1,5 – 3% dari persalinan pervaginam fractur klavikula ini merupakan trauma lahir pada tulang yang tersering ditemukan dibanding dengan trauma tulang lainnya. . (Wahab, 1995: 1209). Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur freenstick, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi suatu fraktur total, fraktur ini sering ditemukan 1 – 2 minggu kemudian setelah teraba adanya pembentukan kalus. http://ayurai.wordpress.com/2009/04/10/askeb-neo-trauma-kelahiran-pada-bayi-baru-lahir/. Penyembuhan sempurna terjadi setelah 7-10 hari dengan imobilisasi dengan posisi abduksi 60 derajat dan fleksi 90 derajat dari siku yang tertekan.(Wiknjosastro, 2005: 720) Pembentukan kalus bertambah beberapa bulan ( 6 – 8 minggu ) terbentuk tulang normal.

B. Etiologi
1. Persalinan letak sungsang
2. Persentasi verteks dengan kesukaran mengeluarkan bahu dan pundak (distosia). (Markum, 1981: 158)

C. Faktor predisposisi fraktur klavikula adalah :
1. Bayi yang berukuran besar
2. Distosia bahu
3. Partus dengan letak sungsang
4. Persalinan traumatic
5. Gejala (a. samik wahab, 2000)

D. Diagnosis
1. Diagnosis pasti dibuat dengan palpasi serta rontgen (American College Of Surgenons, 1983)
2. Diagnosis pasti dengan jalan melakukan palpasi untuk menemukan letak fraktur dan melakukan foto rontgen (Manuaba, 1998: 321).

E. Tanda dan Gejala terjadinya Fraktur Klavikula
Fraktur klavikula merupakan trauna lahir yang terjadi selama proses persalinan yang insidennya adalah 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Bayi akan mengalami salah satu keadaan sebagai berikut :
1. Gerakan abnormal/ posisi asimetris dengan lengan /tungkai
2. Bengkak pada daerah tulang yang terkena
3. Menangis apabila lengan, kaki atau bahu di gerakkan
4. Terdapat perubahan bentuk atau deformitas (http://www.bedahtkv.com/indek.php?/e-Education/Toraks/Trauma-Toraks-II-Kelainan-Spesifik.html)
5. Hilangnya fungsi anggota gerak dan persendian yang terdekat ( paralisis )
6. Reflek moro negatif pada sisi yang terkena.
7. Pemeriksaan diagnostik foto sinar X dari ekstremitas yang sakit atau lokasi fraktur.
8. Bayi secara khas tidak menggerakkan lengan secara bebas
9. Pada palpasi teraba ketidakteraturan tulang dan krepitasi.
10. (Wahab, 2000: 581)
11. Hilangnya lengkung supraklavikula pada sisi fraktur. (Cunningham, dkk: 2005)

Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur greenstick, walau kadang-kadang dapat juga terjadi suatu fraktur total secara klinis fraktur jenis greenstick sering tidak diketahui segera setelah bayi lahir, tetapi baru ditemukan 1 – 2 mg kemudian setelah teraba adanya pembentukan kalus.

F. Beberapa gejala klinis fractur klavicula greenstick :
1. Gerakan tangan kanan dan kiri tidak sama.
2. Refleks moro asimetris.
3. Bayi akan menangis pada perabaan kalvicula.
4. Gerakan pasif tangan yang sakit.
5. Riwayat persalinan yang sukar.

G. Jenis fraktur klavicula yang sakit :
1. Adanya crepitasi.
2. Deformitas pada tulang klavikula yang sakit.
http://stasiunbidan.blogspot.com/2009/05/askeb-patologis-pada-bayi-baru-lahir.html
H. Konseling yang harus diberikan pada ibu dan keluarga yaitu :
1. Bayi jangan sering diangkat atau digerakkan
2. Imobilisasi lengan dan bahu pada sisi yang sakit
3. Rawat bayi dengan hati – hati.
4. Nutrisi yang adekuat ( pemberian ASI yang adekuat dengan cara mengajarkan kepada ibu cara pemberian ASI dengan posisi tidur, dengan sendok atau pipet)
5. Bila mengganti popok, usahakan seminimal mungkin mengangkat bayi terutama extrimitas atas
6. Rujuk kerumah sakit / pelayanan kesehatan lainnya.

I. Komplikasi
Timbul penekanan pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia yaitu pembuluh darah yang berada diantara klavikula dan iga pertama. (http://www.bedahtkv.com/indek.php?/e-Education/Toraks/Trauma-Toraks-II-Kelainan-Spesifik.html)

J. Penatalaksanaan
1. Fraktur klavikula dapat di atasi dengan pemasangan balutan klavikula berbentuk angka delapan. dengan cara dari pundak kanan pembalut di silangkan dari punggung ketiak kiri, selanjutnya dari ketiak kiri ke depan dan ke atas pundak kiri. Dari pundak kiri disilangkan lagi ke ketiak kanan lalu ke pundak kiri. Demikian seterusnya dan akhirnya dengan sebuah peniti di kaitkan di ujung pembalut pada bagian bawahnya. Bentuk ini akan mengekstensikan bahu dan meminimalkan besarnya tumpang tindih fragmen fraktur.
(http://www.bedahtkv.com/indek.php?/e-Education/Toraks/Trauma-Toraks-II-Kelainan-Spesifik.html
2. Imobilisasi bayi dan informasikan keluarga atau orang tua untuk tidak sering mengangkat bayi teutama ekstrmitas atas untuk mencegah komplikasi. (Aston, 1983: 66)
3. Bayi tetap di berika ASI yang dapat di lakukan dengan berbaring.

K. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang kavikula
1) Imobilisasi lengan untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat pembentukan kalus.
2) Lengan difiksasi pada tubuh anak dalam posisi abduksi 600 dan fleksi pergelangan siku 900.
3) Umumnya dalam waktu 7 – 10 hari rasa sakit telah berkurang dan pembentukan kalus telah terjadi.

Gastroenteritis pada Balita

Gastroenteritis pada Balita:


2.1 Definisi
Gastroenteritis berasal dari kata gaster = lambung dan entera = usus Gastroenteritis adalah radang dari lambung dan usus dimana didapatkan gejala diare dengan atau tanpa muntah.
Gastroenteritis adalah pengeluaran tinja yang encer dengan frekuensi lebih dari 4x / hari, dapat atau tidak disertai perubahan warna, darah dan lendir.

2.2 Etiologi
Etiologi diare dapt di bagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor Infeksi.
a. Infeksi Enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyakit utama diare pada anak. Inflasi enternal ini meliputi :
Infeksi bakteri : Vigrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Compylobacter, Yersnia, Aeromonas dan sebagainaya.
Infeksi virus : Enteroovirus, (Virus echo, Coxsackie, Poliamyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain
b. Infeksi Parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis, dan sebagainya.
2. Faktor Mal aborsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida (intoleransi lactosa, maltosa dan
sukrosa) monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa) pada bayi dan anak-anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.

b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, alergi terhadap
makanan.
4. Faktor psikologis : Rasa takut dan cemas, walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

Patogenesis diare akut
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak di dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin
4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Potogenesis diare kronis.
Lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi malnutrisi, dan lain-lain

Patofisiologis diare akut maupun kronis akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit, yang mengakibatkan terjadinya ganguan keseimbangan asam basa.
2. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan.
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah.

2.3 Gejala / Tanda-tanda.
1. Mula-mula cengeng dan gelisah
2. Suhu tubuh biasanya naik
3. Anoreksia
4. Timbul diare yaitu tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah
5. Timbul muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
6. Sekitar anus dapat menjadi lecet karena seringnya defekasi dan tinja yang asam, dan timbullah keadaan yang disebut dengan dehidrasi dengan tanda-tanda :
a. Mata cekung
b. Turgor kulit jelek
c. BB menurun
d. Kencing sedikit
e. Selaput lendir bibir, mulut dan kulit kering
f. Timbul demam

Pemeriksaan laboraturium.
1. Pemeriksaan tinja.
a. Makroskopis dan Mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinetest.
c. Bila perlu dilakukan pembikan dan uji resitensi
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah
3. Pemiriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faat ginjal
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan posfor dalam serum.
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik

Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalsemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi)
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder
6. Kejang
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

2.4 Pengobtan
Dasar pengobatan diare ialah :
1. Pemberian cairan
2. Dietetik (pemberian makanan)
3. Obat-obatan
4. Education = Pendidikan kesehatan untuk ibu-ibu tentang anak-anak yang sehat atau makanan untuk anak diare.

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung besar, dan lain-lain).

PENATALAKSANAAN
1. Atasi Dehidrasi
a. Oralit
Pada dehidrasi ringan diberikan oralit atau pengganti oralit sesering mungkin. Contoh pengganti oralit :
~ Air teh + 1 sendok gula + seujung sendok garam
~ Air tajin + gula + garam.
Kalau anak masih muntah diberikan oralit sedikit-dikit tapi sering kalau tidak bisa di kirim ke RS.
b. Pemberian Makanan Semula
c. Kembali makanan semula secara bertahap, setelah dehidrasi hilang.
Misal : SGM diencerkan 1/3 takaran semula, biasanya makan nasi tim di ganti bubur dahulu.
Keperluan cairan
Dehidrasi ringan : 150 cc / kg BB / hari
Dehidrasi sedang : 200 cc / kg BB / hari
Dehidrasi berat : infus RL, nacl, D10 %.

2. Therapi
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidarat lain (gula, air, tajin, dan lain-lain).
- Obat-obatan Anti Sekresi
o Asetosal dosis 25 mg / hari dengan dosis minimal 30 mg.
o Klorpromazin dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
- Obat Spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, tidak boleh di gunakan
- Obat Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera diberikan tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta, spt : OMA, faringitis, bronkitis atau bronkopneumonia.

Fibris (Demam)

Fibris (Demam):


A. Definsi
Demam (badan panas) ialah kenaikan suhu tubuh di atas normal (37ºC aksila; 37,2-37,5ºC rektal) (Markum, 1981).

B. Dasar
Demam adalah sebab tersering bagi orang tua untuk membawa anak ke dokter, suatu hal yang darurat. Orang tua pada umumnya mengira bahwa lebih tinggi suhu badan lebih berat penyakitnya, yang sebetulnya tidak benar.

Suhu di daerah dubur (temperatur rektal) paling mendekati suhu tubuh sebenarnya (core body temperature). Suhu di daerah mulut atau ketiak (aksila) sekitar 0,5 sampai 0,8 derajat lebih rendah dari suhu rectal, dengan catatan setelah pengukuran selama minimal 1 menit. Tidak dianjurkan mengukur (menebak) suhu tubuh berdasarkan perabaan tangan (tanpa menggunakan termometer).

Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, atau inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan “zat penyebab demam (pirogen endogen)” yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai ambang temperature dan terjadilah demam. Selama demam, hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh jarang sekali melebihi 41ºC.

C. Dampak Demam
1. Dampak Positif
Beberapa bukti penelitian “in-vitro” (tidak dilakukan langsung terhadap tubuh manusia) menunjukkan fungsi pertahan tubuh manusia bekerja baik pada temperature demam, dibandingkan suhu normal. Pirogen endogen lainnya akan “mengundang’ lebih banyak leukosit dan meningkatkan aktifitas mereka dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Demam juga memicu pertambahan jumlah leukosit serta meningkatkan produksi/fungsi interferon (zat yang membantu leukosit memerangi mikroorganisme).

2. Dampak Negatif
a. Kemungkinan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Ketika mengalami demam, terjadi peningkatan penguapan cairan tubuh sehingga anak bisa kekurangan cairan.
b. Kekurangan oksigen. Saat demam, nak dengan penyakit paru-paru atau penyakit jantung-kelainan pembuluh darah bisa mengalami kekurangan oksigen sehingga panyakit paru-paru atau kelainan jantungnya semakin berat.
c. Demam di atas 42ºC bisa menyebabkan kerusakan neurologis (saraf), meskipun sangat jarang terjadi.
d. Anak di bawah usia 5 tahun (balita), terutama pada umur di antara 6 bulan sampai 3 tahun, berada dalam resiko kejang demam (febrile convulsion), khususnya pada temperature rectal di atas 40ºC. kejang demam biasanya hilang dengan sendirinya, dan tidak menyebabkan gangguan neurologis (kerusakan saraf).

D. Penatalaksanaan Demam
1. Pengobatan dengan Antipiretik
Mekanisme Kerja
Parasetamol, aspirin, dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) lainnya adalah antipiretik yang efektif. Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen).

a. Parasetamol
Parasetamol adalah obat pilihan pada anak-anak, dosisnya sebesar 10-15 mg/kg/kali. Parasetamol dikonjugasikan di hati menjadi turunan sulfat dan glukoronida, tetapi ada sebagian kecil dimetabolisme membentuk intermediet aril yang hepatotoksik (menjadi racun untuk hati) jika jumlah zat hepatotoksik ini melebihi kapasitas hati unutk memetabolismenya dengan glutation atau sulfidril lainnya (lebih dari 150 mg/kg). Maka sebaiknya tablet 500 mg tidak diberikan pada anak-anak (misalnya pemberian 3 kali tablet 500 mg dapat membahayakan bayi dengan berat badan di bawah 10 kg). Kemasan berupa sirup 60 ml lebih aman.

b. Aspirin
Merupakan antipiretik yang efektif namun penggunaannya pada nak dapat menimbulkan efek samping yang serius. Aspirin bersifat iritatif terhadap lambung sehingga meningkatkan resiko ulkus (luka) lambung, perdarahan, hingga perforasi (kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding lambung). Aspirin juga dapat menghambat aktifitas trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko perdarahan. Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan resiko Syndrom Reye, sebuah penyakit yang jarang (insidennya sampai tahun 1980 sebesar 1-2 per 100 ribu anak per tahun), yang ditandai dengan kerusakan hati dan ginjal. Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk anak berusia < 16 tahun.

c. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Jenis OAINS yang paling sering digunakan pada anak adalah ibuprofen. Dosis sebesar 5-10 mg/kg/kali mempunyai efektifitas antipiretik yang setara dengan aspirin atau parasetamol. Sama halnya dengan aspirin dan OAINS lainnya, ibuprofen bisa menyebabkan ulkus lambung, perdarahan, dan perforasi meskipun komplikasi ini jarang pada nak-anak. Ibuprofen juga tidak direkomendasikan untuk anak demam yang mengalami diare dengan atau tanpa muntah.

2. Terapi Suportif
a. Upaya Suportif yang Direkomendasikan
1) Tingkatkan asupan cairan (ASI, susu, air, kuah sup, atau jus buah)
2) Hindari makanan berlemak atau yang sulit dicerna karena demam menurunkan aktivitas lambung.
3) Kenakan pakaian tipis dalam ruangan yang baik ventilasi udaranya.
4) Mengompres anak dengan air hangat. Umumnya mengompres dapat menurunkan demamnya dalam 30-45 menit.
b. Upaya Suportif yang Tidak Direkomendasikan
1) Mengompres dengan alkohol
2) Melepaskan pakaian anak

Jika nilai-ambang hipotalamus sudah direndahlan terlebih dahulu dengan obat, melepaskan pakaian anak atau mengompresnya dengan air dingin justru akan membuatnya menggigil (dan tidak nyaman), sebagai upaya tubuh dalam menjaga temperatur pusat berada pada nilai-ambang yang telah disesuaikan. Selain itu alkohol dapat pula diserap melalui kulit, masuk ke dalam peredaran darah, dan adanya resiko toksisitas.

Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Antenatal Care Di Puskesmas Ditinjau Dari Segi Umur, Pendidikan, Pekerjaan Dan Paritas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kebidanan dapat dikembangkan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) 390/100.000 dan angka kematian perinatal (AKP) 56/100.000 persalinan hidup yang merupakan angka tertinggi di Asean.
Angka kematian perinatal (AKP) dengan cepat dapat diturunkan karena sebagian besar dirawat di rumah sakit, tetapi angka kematian ibu (AKI) memerlukan perjalanan panjang untuk dapat mencapai sasaran yang berarti.
Sebagai negara dengan keadaan geografis yang beraneka dan luas, angka kematian ibu bervariasi antara: 5.800/100.000 sedangkan angka kematian perinatal berkisar antara 25-750/100.000 persalinan hidup.
Untuk dapat mempercepat tercapainya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal disetiap rumah sakit baik pemerintah maupun rumah sakit swasta telah dicanangkan gagasan untuk meningkatkan pelayanan terhadap ibu dan bayinya melalui RS sayang bayi dan RS sayang ibu.
Kalau dikaji lebih mendalam bahwa proses kematian ibu mempunyai perjalanan yang panjang sehingga pencegahan dapat dilakukan sejak melakukan “Antenatal Care” (pemeriksaan kehamilan) melalui pendidikan berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, menyusui dan kembalinya kesehatan alat reproduksi, serta menyampaikan betapa pentingnya interval kehamilan berikutnya sehingga dapat tercapai sumber daya manusia yang diharapkan (Mannabe IBG, 2001:88 – 93).
Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksakan kehamilan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Tujuannya adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat. Pemeriksaan antenatal dilakukan oleh dokter umum, bidan, perawat bidan dan dukun terlatih (Mochtar, 1998:47).
Secara nasional cakupan K1 (kunjungan pertama kali) ke fasilitas kesehatan adalah 84,54% sedang cakupan K4 adalah 64,06% ini berarti masih terdapat 15,46% ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan ulang ke fasilitas kesehatan (DEPKES RI, 1997).
Khusus untuk di puskesmas Tipo Palu, cakupan K1 untuk tahun 2004 jumlah kunjungan 200 orang (52%) sedang untuk cakupan K4 adalah 182 orang (48%) jumlah kunjungan. Dan untuk tahun 2005 dari bulan Januari sampai dengan bulan September jumlah kunjungan ibu hamil 268 orang. Cakupan K1 adalah 152 orang dan cakupan K4 adalah 116 orang (43%) (Profil Puskesmas Tipo Palu dan Laporan KIA 2004 – 2005).
Pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care (pemeriksaan kehamilan) sangat penting karena akan dapat membantu mengurangi angka kematian ibu dan bayi.
Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care (pemeriksaan kehamilan) pada bulan Januari 2006 sehingga nantinya petugas kesehatan bisa menetapkan suatu strategi pelayanan yang memadai guna meningkatkan kunjungan secara menyeluruh bagi ibu hamil di Puskesmas Tipo Palu.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care di Puskesmas Tipo Palu ditinjau dari segi umur, pendidikan, pekerjaan dan paritas”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil dan karakteristiknya tentang Antenatal Care.
2. Tujuan khusus
a. Diperolehnya informasi tentang gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care.
b. Untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care ditinjau dari segi umur.
c. Untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care ditinjau dari segi pendidikan
d. Untuk memperoleh informasi pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care ditinjau dari segi pekerjaan
e. Untuk memperoleh informasi pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care ditinjau dari segi paritas.

D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan masukan bagi pengelola KIA untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil yang datang ke Puskesmas Tipo Palu tentang Antenatal Care.
2. Sebagai sumbangan ilmiah dan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dalam rangka menambah wawasan pengetahuan serta pengembangan diri, khususnya dalam bidang penelitian lapangan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tipo Palu pada bulan Januari 2006.


Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.100

untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Primigravida Tentang Persiapan Persalinan Di BPS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat tahun 2010 adalah meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan sehat, mempunyai pengetahuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes. RI, 1998).
Derajat kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya tingkat angka kematian ibu dan kematian perinatal. Untuk itu diperlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak yang terkait dalam memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi. Tingginya tingkat angka kematian ibu dan angka kematian perinatal tidak dapat dipisahkan dari profil wanita Indonesia. Pembangunan dibidang kesehatan telah berhasil meningkatkan angka harapan hidup wanita dari 54,0 tahun pada tahun 1976 menjadi 64,4 pada tahun 1993 (Depkes.RI, 1998).
Mengingat kira-kira 90% kematian ibu terjadi pada saat sekitar persalinan kira-kira 95% penyebab kematian itu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan departemen kesehatan untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah mengupayakan agar :
1. Setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan.
2. Pelayanan obstetri sedekat mungkin diberikan kepada semua ibu hamil (Saifuddin, 2001).
Untuk itu, bidan sebagai tenaga kesehatan harus ikut mendukung upaya mempercepat penurunan AKI yaitu diperlukan suatu usaha yang salah satunya adalah pelayanan antenatal atau Antenatal Care (ANC). Pelayanan antenatal merupakan pilar kedua didalam Safe Motherhood yang merupakan sarana agar ibu lebih siap menghadapi persalinan. Ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan menjadi salah satu faktor penyebab tingginya AKI. Bila saat persalinan ditemukan adanya komplikasi obstetri dan ibu tidak mengerti tentang persiapan yang dibutuhkan menjelang persalinan, maka ibu tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dan tepat waktu sehingga terjadi tiga keterlambatan dalam rujukan, yaitu:
1. Keterlambatan dalam pengambilan keputusan untuk merujuk, karena ketidakmampuan ibu / keluarga untuk mengenali tanda bahaya, ketidaktahuan kemana mencari pertolongan, faktor budaya, keputusan tergantung pada suami, ketakutan akan biaya yang perlu dibayar untuk transportasi dan perawatan di rumah sakit, serta ketidakpercayaan akan kualitas pelayanan kesehatan.
2. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan, dipengaruhi oleh jarak, ketersediaan dan efisiensi sarana transportasi, serta biaya.
3. Keterlambatan dalam memperoleh pertolongan di fasilitas kesehatan, dipengaruhi oleh jumlah dan keterampilan tenaga kesehatan, ketersediaan alat, obat, transfusi darah dan bahan habis pakai, manajemen serta kondisi fasilitas kesehatan.
Dengan persiapan persalinan yang direncanakan bersama bidan,diharapkan dapat menurunkan kebingungan dan kekacauan pada saat persalinan dan meningkatkan kemungkinan dimna ibu akan menerima asuhan yang sesuai serta tepat waktu ( Depkes. RI, 2002 )
Dari prasurvey yang penulis lakukan di bidan praktek swasta (BPS) Sri Kadarwati pada bulan April 2006 terdapat 30 orang ibu primigravida diperoleh data bahwa terdapat 43,33% orang primigravida memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang persiapan menjelang persalinan mengenai persiapan persalinan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut pengetahuan dan sikap primigravida tentang persiapan menjelang persalinan di BPS Sri Kadarwati Kalirejo Lampung Selatan.

1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : “Diperoleh data bahwa terdapat 43,33% orang primigravida dari 30 orang ibu primigravida memiliki pengetahuan kurang baik mengenai persiapan persalinan”

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitan ini adalah : “ Bagaimanakah pengetahuan dan sikap ibu primigravida tentang persiapan menjelang persalinan di bidan praktek swasta (BPS) Sri Kadarwati Kalirejo Lampung Selatan tahun 2006 ?“

1.4 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaaan dalam penelitian ini adalah:
1.4.1 Bagaimanakah pengetahuan ibu primigravida tentang persiapan
menjelang persalinan di BPS Sri Kadarwati tahun 2006?
1.4.2 Bagaimanakah sikap ibu primigravida dalam persiapan menjelang
persalinan di BPS Sri Kadarwati tahun 2006?

1.5 Tujuan Penelitan
1.5.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah diperolehnya data tentang pengetahuan dan sikap ibu primigravida tentang persiapan menjelang persalinan di BPS Sri Kadarwati Kalirejo Lampung Selatan tahun 2006.
1.5.2 Tujuan Khusus
Dengan memperhatikan masalah dan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu primigravida tentang persiapan menjelang persalian di BPS Sri Kadarwati Kalirejo Lampung Selatan tahun 2006.
b. Untuk mengetahui sikap ibu primigravida tentang persiapan menjelang persalinan di BPS Sri Kadarwati Kalirejo Lampung Selatan tahun 2006.

1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1.6.1 Instansi Tempat Penelitian
Diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan terhadap peningkatan pelaksanaan program KIA khususnya Antenatal Care (ANC) di bidan praktek swasta (BPS) Sri Kadarwati Kalirejo Lampung Selatan.
1.6.2 Ibu Primigravida
Diharapkan ibu primigravida dapat secara rutin memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan agar mendapatkan informasi tentang persiapan yang dibutuhkan dalam menghadapi persalinan.
1.6.3 Instansi Pendidikan
a. Sebagai bahan evaluasi terhadap teori tentang KIA yang telah diberikan kepada mahasiswi didik selama mengikuti perkuliahan di Akedemi Kebidanan Wira Buana Metro.
b. Sebagai sumber bahan bacaan dan referensi bagi perpustakaan di institusi pendidikan.
1.6.4 Peneliti
Peneliti dapat mengetahui dengan jelas tentang pengetahuan dan sikap ibu primigravida tentang persiapan menjelang persalinan, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang ilmu kebidanan, serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama ini.
1.6.5 Peneliti Lain
Dapat dijadikan bahan perbandingan dan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian ditempat lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.99

untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI

Pengetahuan Dan Aplikasi Mahasiswi Tingkat II Akbid Tentang Partograf

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan pengamatan WHO, Angka Kematian Ibu adalah sebesar 500.000 jiwa dan Angka Kematian Bayi sebesar 10.000.000 jiwa setiap tahunnya. Jumlah tersebut sebenarnya masih diragukan karena besar kemungkinan kematian ibu dan bayi yang tidak dilaporkan (Prawirohardjo, 2002).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003 Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi baru Lahir sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2004).
Kematian maternal dapat terjadi pada saat pertama pertolongan persalinan. Penyebab utama kematian ibu adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, dan gestosis. Angka kematian maternal dan perinatal yang tinggi juga disebabkan oleh dua hal penting yang memerlukan perhatian khusus yaitu terjadinya partus terlantar atau partus lama dan terlambatnya melakukan rujukan (Manuaba, 1998).
Sebagian besar penyebab kematian dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam menolong persalinan, seperti penggunaan partograf dalam persalinan yaitu alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan menatalaksana persalinan. Partograf dapat digunakan untuk mendeteksi dini masalah dan penyulit dalam persalinan sehingga dapat sesegera mungkin menatalaksana masalah tersebut atau merujuk ibu dalam kondisi optimal. Instrumen ini merupakan salah satu komponen dari pemantauan dan penatalaksanaan proses persalinan secara lengkap (Depkes RI, 2007).
Dengan penerapan partograf diharapkan bahwa angka kematian maternal dan perinatal dapat diturunkan dengan bermakna sehingga mampu menunjang sistem kesehatan menuju tingkat kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hasil pra survey yang peneliti lakukan pada bulan Februari 2008 didapatkan jumlah mahasiswi AKBID .... ....... ....... sebanyak 173 orang, dimana 60 orang mahasiswi tingkat I, 60 orang mahasiswi tingkat II, dan 53 orang mahasiswi tingkat III. Pada mahasiswi tingkat II belum pernah dilakukan penelitian tentang partograf dan mereka juga belum pernah mengaplikasikan partograf dalam situasi dan kondisi yang riil, karena mahasiswa tingkat II belum melakukan kegiatan Praktek Klinik Kebidanan.
Berdasarkan pernyataan diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengetahuan mahasiswi tingkat II AKBID .... ....... ....... tentang Partograf tahun 2008”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu “Bagaimana pengetahuan dan aplikasi mahasiswi tingkat II AKBID .... ....... ....... tentang Partograf”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : seluruh mahasiswi tingkat II AKBID .... ....... .......
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan Aplikasi mahasiswi tingkat II AKBID .... ....... ....... tentang partograf.
4. Lokasi Penelitian : AKBID .... ....... .......
5. Waktu Penelitian : April 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah diketahuinya gambaran pengetahuan dan aplikasi mahasiswi tingkat II AKBID .... ....... ....... tentang Partograf.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
 Diketahuinya pengetahuan mahasiswi tingkat II AKBID .... ....... ....... tentang pengertian Partograf.
 Diketahuinya pengetahuan mahasiswi tingkat II AKBID .... ....... ....... tentang tujuan penggunaan Partograf.
 Diketahuinya pengetahuan mahasiswi tingkat II AKBID .... ....... ....... tentang bagaimana mengaplikasikan dalam Partograf.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya untuk dapat menambah referensi perpustakaan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
2. Bagi Responden
Responden dapat mengetahui dengan jelas pengetahuan dan aplikasi dalam penggunaan partograf.
3. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman dalam melakukan penulisan ilmiah, menambah pengetahuan dan wawasan penulis.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.98

untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI

Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Proses Pertolongan Persalinan Di Klinik

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
WHO (World Health Oraganization) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan / persalinan selama kehidupan Negara Afrika 1:4, sedangkan di Amerika Utara 1:6.366 lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Saifuddin, 2006:3).
Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) menempati angka tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar 307 per seratus ribu kelahiran hidup. Itu berarti ada 50 ribu meninggal setiap harinya, menurut data tahun 2003, (www.beritaindonesia .com)
Di Propinsi Lampung Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dan Angka Kematian Bayi (AKB) tergolong tinggi secara nasional. Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Propinsi Lampung 307 diantaranya meninggal dari 100 ribu kelahiran hidup. Sementara Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 55 per 1.000 kelahiran atau dalam setiap 1000 bayi yang lahir, 55 diantaranya meninggal dunia (Lampung- - bkkbn online).

Persalinan yang bersih dan aman sebagai pilar ketiga Safe Motherhood yang di kategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 1997 baru mencapai 60 % (Saifuddin, 2006 : 7). Pencegahan infeksi merupakan aspek ketiga dari Lima Benang Merah yang terkait dalam asuhan perasalinan yang bersih dan aman dan juga merupakan salah satu usaha untuk melindungi ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI 2004 : 1-1).
Tindakan pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari asuhan lengkap yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksanakan secara rutin pada saat menolong persalinan dan kelahiran, saat memberikan asuhan dasar selama kunjungan antenatal/pasca persalinan/bayi baru lahir/saat menatalaksana penyulit. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya. Juga upaya-upaya menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya (Buku Acuan APN, 2004 : 1-8). Mengingat bahwa infeksi dapat ditularkan melalui darah, sekret vagina, air mani, cairan amnion dan cairan tubuh lainnya maka setiap petugas yang bekerja di lingkungan yang mungkin terpapar hal-hal tersebut mempunyai resiko untuk tertular bila tidak mengindahkan prosedur penegahan infeksi (Saifuddin, 2006:15).
Berdasarkan pre survei yang penulis lakukan di Klinik Bersalin Griya Medika, Banjar Agung, .................. Jumlah ibu bersalin periode Januari – Desember 2007 adalah 169 orang. Dengan jumlah ibu bersalin normal adalah 68 orang (40,2%) dan jumlah ibu bersalin dengan penyulit adalah 101 orang (59,8%) antara lain, kasus Post Partum Haemorhagi adalah 24 orang (14,2%), Ketuban Pecah Dini adalah 21 orang (12,4%) , Pre Eklampsi adalah 16 orang (9,5%), Seksio Sesarea adalah 12 orang (7,1%), Ante Partum Haemorhagi adalah 8 orang (4,7%), Letak Sungsang adalah 6 orang (3,5%), Retensio Plasenta adalah 6 orang (3,5%), Post Date adalah 5 orang (3%), Eklampsi adalah 2 orang (1,1%), Ekstraksi Vacum 1 orang (0,6%). (Laporan Bulanan Periode Januari – Desember 2007 Klinik Bersalin Griya Medika)
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah ibu bersalin dengan penyulit di Klinik Bersalin Griya Medika, Banjar Agung ................. periode Januari – Desember 2007 cukup tinggi, yaitu 101 orang (59,8%). Dengan adanya hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pencegahan infeksi untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi pada ibu bersalin di Klinik Bersalin ................................. ................., yang meliputi : Prosedur cuci tangan, pemakaian sarung tangan, pengelolaan cairan antiseptik, pemrosesan alat bekas pakai, dan pengelolaan sampah medik belum sepenuhnya dilakukan sesuai dengan pedoman pencegahan infeksi.
Dengan adanya hal tersebut yang diperoleh dari pra survei, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan di Klinik Griya Medika, Banjar Agung ................. Tahun 2008”

B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah “Bagaimana penatalaksanaan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan di Klinik ................................. ................. Tahun 2009.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu :
1. Jenis Penelitian : Deskripsi
2. Subjek Penelitian : Bidan dan perawat yang terlibat pada proses pertolongan persalinan di Klinik ................................. ................. pada tahun 2009
3. Objek Penelitian : Pentalaksanaan pencegahan infeksi pada
proses pertolongan persalinan
4. Lokasi Penelitian : Klinik Griya Medika, Jl. Ethanol
No.208 Unit 2 Banjar Agung, .................
5. Waktu Penelitian : Februari - Juni 2009
6. Alasan Penelitian : Karena banyak kasus-kasus yang berhubungan
dengan persalinan yang terdapat di Klinik ................................. ................. yang dapat memberi pengaruh terhadap resiko terjadinya infeksi.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan di Klinik Bersalin ................................. .................
2. Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui gambaran tentang prosedur cuci tangan oleh Bidan dan Perawat
- Untuk mengetahui gambaran tentang pemakaian sarung tangan oleh Bidan dan Perawat
- Untuk mengetahui gambaran tentang pengelolaan cairan aniseptik oleh Bidan dan Perawat
- Untuk mengetahui gambaran tentang pemrosesan alat bekas pakai oleh Bidan dan Perawat
- Untuk mengetahui gambaran tentang pengelolaan sampah medik oleh Bidan dan Perawat

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penelitian tentang pencegahan infeksi dan penerapan ilmu yang didapat selama ini.
2. Bagi Lahan Praktek Klinik Bersalin ................................. .................
 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan khususnya tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan di Klinik Bersalin ................................. .................
 Untuk menerapkan prosedur pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan di Klinik Bersalin ................................. .................
3. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan kegiatan terhadap teori yang telah diperoleh mahasiswi selama mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di AKBID Wira Buana Metro. sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan.
4. Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian-penelitian lain atau yang serupa berkaitan dengan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan dan dapat disempurnakan lagi.

F. Keterbatasan Penelitian
Penelitian hanya dilakukan pada 6 responden yaitu bidan dan perawat yang terlibat pada proses pertolongan persalinan saat di Klinik ................................. ................. dikarenakan waktu penelitian yang terbatas.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.97

untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI